KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang
berjudul “KEPRIBADIAN MUSLIM“ ini dapat diselesaikan.
Sholawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, keluarganya dan sekalian
umatnya hingga akhir zaman.
Dengan kemampuan yang sangat terbatas, penulis
sudah berusaha dan mencoba mengeksplorasi, mensintesiskan dan mengorganisasikan
dari beberapa buku mengenai teori penulisan makalah. Namun demikian, apabila
dalam makalah ini dijumpai kekurang dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun
isinya, maka penulis dengan senang hati menerima kritik konstruktif dari
pembaca.
Akhirnya semoga makalah yang yang sederhana ini
bermanfaat bagi semua pembaca.
Lubuk
Seberuk, 3 Nopember 2014
Penulis
BAB1
PENDAHULUAN
A. Latara Belakang
Kepribadian adalah sesuatu yang pasti terdapat
dalam diri setiap manusia, baik manusia itu beragama maupun tidak. Secara umum
kepribadian terdapat dalam diri setiap individu yang normal. Sedangkan orang
yang tidak normal kepribadiannya tidak tertentu dan tidak dapat diamati secara
pasti, walaupun pada dasarnya setiap kepribadian itu dapat diamati melalui
gejala-gejala yang tampak.
Pada ilmu psikologi kepribadian dibahas dalam
kajian ilmu yang termasuk bagian dari psikologi secara tersendiri. Maka hal itu
memunculkan ilmu baru yaitu psikologi kepribadian. Kemudian dalam psikologi
pendidikan Islam juga dibahas kepribadian orang Islam atau dapat dikatakan kepribadian
orang menurut pandangan atau sudut pandang agama Islam Ketika anak didik masuk
sekolah dasar, dalam jiwa anak tersebut telah membawa bekal rasa agama yang
terdapat dalam kepribadiannya, dari orang tuanya dan dari gurunya, semasa di
taman kanak-kanak. Andai kata didikan agama yang diterima dari orang tua di
rumah sejalan dan serasi apa yang diterima dari gurunya di taman kanak-kanak
maka ia masuk sekolah dasar telah membawa dasar agama yang kuat dan bulat
(serasi) akan tetapi, jika berlainan maka yang dibawanya adalah keragu-raguan,
karena ia belum dapat memikirkan mana yang benar.
Di dalam lembaga pendidikan yang menjadi pusat
adalah guru, karena anak didik akan menyerap apa yang ia lihat dan ia dengar,
serta perilaku gurunya. Apalagi anak didik belum mampu berfikir dan masih
abstrak, disamping itu juga kemampuannya sangatlah terbatas. Seperti halnya
guru yang jauh dari agama, ia biasanya berbicara tidak sopan suka menghardik,
tingkah lakunya yang tidak sesuai dengan apa yang harus ia ajarkan kepada anak
didiknya. Guru yang demikian akan membuat menjadi rusak akhlaknya.
Adapun dalam hal ini, guru berperan sebagai
pendidik maupun sebagai pembina dan pembentuk perilaku keagamaan anak didik
yang dapat terwujud dalam bentuk kegiatan seperti halnya latihan-latihan
keagamaan yang menyangkut akhlak siswa yakni yang berhubungan antara manusia
satu dengan manusia lainnya. Pada usia sekolah dasar, anak-anak sedang
mengalami pertumbuhan kecerdasan yang sangat cepat, daya khayal dan fantasi
yang sangat tinggi, perasaan khayal yang sedang subur dan kemampuan untuk
berpikir logis sedang dalam pertumbuhan yang sangat subur. Oleh karena itu, di
dalam lembaga pendidikan guru merupakan orang tua siswa.
Sehingga guru harus mengetahui pembentukan
kepribadian yang benar menurut al-Qur’an dan sesuai dengan ajaran Islam. Maka dari itu, penulis berusaha mengumpulkan teori dari
Islam tentang kepribadian, yang penulis sinkronkan dengan teori dari Barat,
untuk mengintegrasikan antara kedua teori tersebut. Untuk itu penulis akan menyusun
sebuah tulisan yang berjudul "Kepribadian Muslim" yang penulis
kumpulkan dari berbagai referensi yang ada.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengertian kepribadian?
b. Bagamaimana pendekatan dalam psikologi
kepribadian?
c. Bagaiamana struktur kepribadian muslim?
d. Bagaimana integrasi kepribadian muslim?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui pengertian kepribadian?
b. Untuk mengetahui pendekatan dalam psikologi
kepribadian?
c. Untuk mengetahui struktur kepribadian muslim?
d. Untuk mengetahui integrasi kepribadian muslim
e. Untuk mengetahui ciri kepribadian muslim?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kepribadian Muslim
Kata
kepribadian dalam kamus bahasa Indonesia bermakna sifat hakiki yang tercermin
dalam sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirnya dari orang lain
atau bangsa laian[1]. Dalam bahasa inggris disebut personality yang
diterjmahkan dalam bahasa Indonesia menjadi kepribadaian.
Dari segi etimologi, kepribadian terjemahan dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon
atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam
teater.[2]
yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain
yang sering dipakai oleh pemain-pemain yang maksudnya untuk menggambarkan
perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal ini oleh karena terdapat ciri-ciri
yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti
kepribadian yang baik, maupun yang kurang baik.
Dalam kamus psikologi yang ditulis oleh james
P.chaplin ia menyebutkan beberapa pengertian kepribadian dari tokoh kejiwaan
diantaranya [3]:
·
G. Alport mengartikan kepribadian sebagai
organisasi dinamis dalam individu yang terdiri dari system psikofisik yang
menentukan tinggah laku dan pikiran secara karekteristik.
·
R.B. cattel mengartikan kepribadian sebagai
segala sesuatu yang memungkinkan satu peranan dari apa yang akan dilakukan
seseorang dalam situasi tertentu.
·
Murray mengartikan kepribadian sebagai
kesinambungan bentuk bentuk dan kekuatan kekuatan yang di nyatakan dari proses
yang berkuasa dan teroganisir serta tingkah laku lahiriah dari lahir sampai
mati.
·
Edler mengartikan kepribadian adalah gaya hidup
individu, atau cara yang karekteristik mereaksinya seseorang terhadap
masalah hidup dan termasuk tujuan tujan hidup.
·
Jung mengartikan kepribadian dalah integrasi
dari ego ketidak sadaran pribadi, ketidaksadaran kolektif, kelompok, akvitf
akvitif.
·
Freud mengartikan kepribadian adalah integrasi
dari ide, ego dan super ego.
Jadi pada dasarnya dapat
disimpulkan bahwa kepribadian merupakan pernyataan atau istilah yang digunakan
menyebut tingkah laku seseorang yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya dari sudut
filsafat dikemukakan pendapat, yang dikutip oleh Jalaluddin. Menurut William Stern kepribadian adalah suatu kesatuan
yang banyak (Unita Multi Complex) yang diarahkan kepada tujuan-tujuan
tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus individu, yang bebas menentukan
dirinya sendiri. Sedangkan Prof Kohnstamm, menentang William Stern
yang meniadakan kesadaran pada pribadi terutama kepada Tuhan. Menurut
Kohnstamm; Tuhan merupakan pribadi yang menguasai alam semesta. Dengan kata
lain kepribadian sama artinya dengan teistis (keyakinan). Orang yang
berkepribadian menurutnya ialah orang yang berkeyakinan ketuhanan.[4] Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa dalam
pandangan filsafat kepribadian diidentikkan dengan kepercayaan terhadap Tuhan
dan keagamaannya.
Jadi yang dinamakan kepribadian muslim adalah susunan dan kesatuan unsur-unsur akal dan jiwa seorang
muslim yang menentukan perbedaan
tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap orang muslim tersebut.
B.
Pendekatan
dalam psikologi kepribadian
a)
Pendekatan tipologis
Pola
kerja pendekatan tipologis adalah berdasarkan sejumlah kecil kategori yang
dapat memedakan ciri ciri khas individu yang satu dengan yang lain dengan
melakukan pengolongan (deskripsi) individu menjadi beberapa tipe. Adapun tipe
itu antara lain keadaan jasmani, system nilai, tempramen dan system system
lain.
b)
Pendekatan pensifatan
Pola
kerja pendekatan pensifatan ini adalah berdasarkan pada anggapan bahwa variabel
yang dapat dipakai untuk menunjukkan ciri ciri khas seseorang itu sangat
banyak, sehingga orang berusaha membuat deskripsi selengkap mungkin mengenai
seseorang, namun dalam prakteknya fariabel itu tidak terbatas jumplahnya.
c)
Pendekatan factorial
Pola
kerja pendekatan factorial ini adalah pertama dibuat hipotesis bahwa ada
sejumlah faktor yang mendasari tingkah laku individu yang banyak macamnya.
C.
Struktur
kepribadian muslim
Sigmund Feud merumuskan sistem kepribadian menjadi tiga
sistem. Ketiga sistem itu
dinamainya id, ego dan super ego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa yang
sehat ketiga sistem itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala
bentuk tujuan dan gerak geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan
manusia yang pokok. Sebaliknya kalau ketiga sistem itu bekerja secara
bertentangan satu sama lainnya, maka orang tersebut dinamainya sebagai orang
yang tak dapat menyesuaikan diri.
1.
Das es (the Id), sebagai suatu sistem
id mempunyai fungsi menunaikan prinsip kehidupan asli manusia berupa penyaluran
dorongan naluriah.
2.
Das Ich (the ego), merupakan sistem yang
berfungsi menyalurkan dorongan id ke keadaan yang nyata.
3.
Das veber ich (the super ego), sebagai suatu sistem
yang memiliki unsur moral dan keadilan, maka sebagian besar super ego mewakili
alam ideal. Tujuan super ego adalah membawa individu ke arah kesempurnaan
sesuai dengan pertimbangan keadilan dan moral.[5]
Dari ketiga aspek tersebut di atas,
masing-masing mempunyai fungsi, sifat komponen, prinsip kerja, sifat dinamika
dari sendiri, namun ketiga-tiganya saling berhubungan sehingga tidak mungkin
dipisahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia.
Menurut pendapat Sukamto,
sebagaimana yang dikutip Jalaluddin, kepribadian terdiri
dari empat sistem[6] yaitu:
1.
Qalb. Qalb adalah hati, yang menurut bahasa berarti
sesuatu yang berbolak-balik. Sedangkan menurut istilah ialah segumpal daging
yang ada dalam tubuh yang digunakan untuk merasakan yang sifatnya bisa
berubah-ubah. Hal tersebut sesuai sabda Nabi; yang artinya: ketahuilah bahwa
didalam tubuh manusia terdapat segumpal daging(sekepal daging), jika itu baik
maka baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak maka rusaklah seluruh tubuh,
itulah qalb.[7]
2.
Fuad, adalah perasaan terdalam dari hati yang sering kita
sebut hati nurani (cahaya mata hati), dan berfungsi sebagai penyimpan daya
ingatan. Ia sangat sensitif terhadap gerak atau dorongan hati, dan merasakan
akibatnya. Kalau hati kufur, fuad pun kufur dan menderita. Dalam al-Qur’an fuad disebutkan sebagai berikut:
a.
Fuad bisa bergoncang gelisah. Allah
berfirman yang artinya: Dan menjadi
kosonglah hati ibu Musa[8]. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak kami teguhkan hati- nya,
supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah).
b.
Dengan diwahyukannya Al Qur’an kepada nabi, fuad nabi
menjadi teguh. Allah berfirman yang artinya: Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al
Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah[9]
supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur
dan benar).
c.
Fuad tidak bisa berdusta. Allah berfirman yang artinya: Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.[10]
d.
Orang zalim fuadnya kosong. Allah
berfirman yang artinya: Mereka datang bergegas-gegas
memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak
berkedip-kedip dan hati mereka kosong.[11]
Orang musryk fuad dan
pandangannya dibolak-balikkan. Allah berfirman yang artinya : Dan (begitu pula) kami memalingkan hati dan penglihatan
mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada
permulaannya, dan kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang
sangat.[12]
3.
Ego, aspek ini timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Ego
adalah derivat dari qalb dan bukan untuk merintanginya. Kalau qalb hanya
mengenal dunia sesuatu yang subyektif dan yang obeyektif. Didalam fungsinya ego
berpegang pada prinsip kenyataan.
4.
Tingkah laku. Nafsiologi kepribadian berangkat dari
kerangka acuan dan asumsi-asumsi subyektif tentang tingkah laku manusia, karena
menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap obyektif sepenuhnya dalam
mempelajari manusia. Tingkah laku ditentukan oleh pengalaman yang disadari oleh
pribadi. Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafsiologi
ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut
normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh di
segala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal.
D.
Integrasi
kepribadian muslim
Kepribadian yang terintegrasi adalah
kepribadian yang sehat, yang membuat seseorang merasakan ketentraman dan
kebahagian. Dimana kepribadian yang bisa mengkompromikan antara kebutuhan fisik
dan kebutuhan sepiritual nya sangat mungkin dilakukan manusia itu konsisten
dalam berperilaku sesuai petunjuk Allah, dan tidak berlebih lebihan dalam
memenuhi satu dorongan saja[13].
Menurut Usman Najati, apibila keseimbangan antara
fisik dan jiwa terealisasikan maka terealisasikan kepribadian manusia
dalam citranya yang hakiki dan sempurna, seperti tercemin pada
kepribadian Rasulullah. Lebih lanjut Usman Najati mengatakan bahwa
keseimbangan antara tubuh dan man jiwa dalam kepribadian manusia adalah
sebagaiaman keseimbangan yang terjadi pada alam semesta. Dengan demikian
kepribadian yang terintegrasi dan serasi adalah kepribadian yang memperhatikan
fisik, kesehatannya, kekuatannya dan memenuhi kebutuhan- kebutuhannya dalam batas
batas yang diperkenankan agama, dan pada saat yang sama berpegang teguh pada
Allah, melaksanakan berbagai ibadah, melakukan segala hal yang di ridhoi Allah,
dan menghindari segala hal yang membuat Allah murka.
E.
Faktor
faktor yang mempengaruhi kepribadian
Secara umum dapat dikemukakan bahwa faktor
faktor yang mempengaruhi kepribadian itu dapat di perinci menjadi tiga golongan
besar yaiti (b) faktor biologis, (b) faktor sosial, dan )(c) faktor kebudayaan.
a)
Faktor biologis atau keturunan.
Fakta
ilmiah yang ditemukan para ilmuan tentang bagamana fisik sifat- sifat keadaan
dan keadaan yang diturunkan, secara gambling telah diturunkan dalam Al quran
jauh sebelum para ilmuan melakukan penelitian. Dengan semakin canggih keilmuan
manusia, semakin jelas bukti empiric dapat dimati dengan panca indra. Menurut
Husain Mashari hukum keturunan melakukan pemindahan sifat sifat batin,
internal yang memimilik pembawaan moral sepiritual, yang selanjutnya
berpengaruh bukan hanya terbatas pada pembentukan ciri cirri jasmaniyah lahiriah
saja. Bagimanapun faktor faktor keturunan dalam membentuk kepribadian anak
tidak dapat dipungkiri. Dalam Al Quran Q.S. AL-Araaf: 57 Allah berfirman :
“Dan
tanah yang baik, tanam tnaman nya yang subur dengan seizing Allah. Dan tanah
yang tidak subur, tanam tanaman hanya akan tumbuh merana”.
Kandungan
ayat ini menurut Musain Mashari mendekat kan hubungan rasional dari hukum
turunan melalui contoh iderawi yang bergerak dan hidup. Tanah di kategorikan
sebagai benda yang paling dekat dengan manusia, dapat dibagi dua macam yautu
tanah subur dan tidak yang gersang dan tandus.
b)
Faktor sosial
Faktor
sosial yang dimaksud disini adalah masyarakat disekitar individu yang
mempengaruhi individu tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial adalah
tradidi, adat istiadat, dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam
perkembangan individu peranan keluaga sangat menentukan sangat menentukan,
karena pada lingkungan keluarga sangat menentukan kepribadian anak selanjutnya.
Hal ini disebabkan karena:
a.
Pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama
tama.
b.
Pengaruh yang diterima anak itu masih terbatas
jumlahnya dan luasnya.
c.
Intensitas pengaruh itu tinggi karena
berlangsung terus menerus siang malam.
d.
Umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana
aman dan sifat intim dan bernada emosional.
Pada
selanjutnya pengaruh lingkungan sosial diteriman anak semakin besar luas, mulai
dari lingkungan keluarga meluas pada anggota keluarga yang lain, teman yang
datang kerumahnya, fteman sepermainan dan sebagainya. Demikian pengaruh faktor
sosial terhadap perkembangan kepribadian yang terima oleh individu dalam hidup
dan kehidupannya sehari hari sejak kecil sampai dewasa. Dalam Al Quran Q.S
al-Araaf 173-174 Allah berfirman:
“Dan
(inggatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak anak adam dari sulbi
mereka dan mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfiman): “Bukan
kah aku ini tuhanmu? “Mereka menjawab “ Betul (Tuhank kami), kami akan menjadi
saksi”. ( kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kami tidak
mengatakan: “ sesungguhnya kami bani adam adalah oaring orang yang lenggah
terhadap in (keesaan tuhan)”, atau agar kami tidak mengatakan: “sesungguhnya
orang orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedangkan kami
adalah anak anak keturunan yang datang sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan
membinasakan kami karena perbuatan orang orang yang sesat dahulu?”
Ayat ini
mengandung maksud: agar orang orang musrik itu jangan mengatakan bahwa bapak
bapak mereka dahulu telah mempersekutukan Tuhan itu salah, tak ada lagi jalan
bagi mereka, hanyalah meniru orang orang tua mereka yang mempersekutukan Tuhan
itu. Karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak patut disiksa karena
kesalahan mereka.
c)
Adat kebiasaan
Adat kebiasaan yang
dimaksud disini adalah perbuatan yang disertai kemauan sendiri tanpa adanya
dorongan dari pihak lain. Hal ini merupakan salah satu ciri kepribadian
seseorang yang kadang-kadang tidak dimiliki oleh orang lain, hal ini ada yang
bersifat baik dan bersifat buruk. Adat kebiasaan yang baik selalu tercermin
dalam setiap perilaku seseorang, sebagai misal ialah seseorang, suka menolong
orang lain dalam kerusuhan, saling mengadakan silaturahmi dalam hati raya idul
fitri, dan suka menjenguk teman dalam keadaan sakit. Sedangkan adat kebiasaan
yang buruk juga selalu nampak pada seseorang yakni ketika seseorang berbuat,
misalnya orang yang selalu suka menghasut bila melihat teman yang kontra dengan
teman lainnya karena hal ini sudah merupakan kebiasaan dirinya. Oleh karena
itu, nampak perilaku seseorang yang memberikan corak tersendiri dalam
kehidupannya khususnya umat Islam.
F.
Macam-macam
kepibadian Muslim
Setiap muslim harus mempunyai kepribadian yang
Islami. Maka, pada diri setiap muslim tentulah harus ada macam-macam
kepribadian yang menggambarkan keislaman. Kepribadian tersebut antara lain:
1.
Shalat (Ibadah)
Shalat
merupakan tiang agama siapa yang menegakkan shalat beraerti menegakkan agama
dan siapa yang merusak shalatnya berarti merobohkan agamanya. Peristiwa besar
yaitu “isro’ mi’roj” Nabi Muhammad
SAW, perintah shalat tidak melalui malaikat Jibril, melainkan langsung di
sidratul muntaha.
Dari
pernyataan di atas dapat diambil pengertian tentang shalat, yaitu: Berharap hati kepada Allah sebagai ibadah yang diwajibkan
atas tiap-tiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Berupa
perbuatan/perkataan dan berdasarkan atas syarat-syarat dan rukun tertentu yang
dimulai dengan bacaan ”takbir” dan
diakhiri dengan ”salam”.[14]
Sedangkan dasar-dasar yang
menunjukkan adanya kewajiban shalat adalah:
a.
Surat al-Ankabut ayat 45
...أَقِمِ
الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ...
”Kerjakanlah shalat,
sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar.”
b.
Surat Al-Baqarah ayat 43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ
الرَّاكِعِينَ (43)
”Dan dirikanlah shalat dan
keluarkanlah zakat, dan tunduklah / ruku’ bersama-sama orang yang ruku’”.
Setelah kita tahu secara
eksplisit dari definisi shalat, maka hendaklah perintah shalat itu ditanamkan
kedalam jiwa dan hati anak didik dengan menggunakan pendidikan yang cermat,
serta dilakukan sejak anak-anak masih kecil.
2.
Akhlak Personal
Tandensi akhlak
tersebut adalah:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ
وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15)
Artinya
:
Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun[15].
Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.(14) Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15) (Q.S. Luqman/31:14-15)
Dalam akhlak
personal ini, keluarga mempunyai kewajiban sebagai berikut:
a.
Memberi contoh kepada anak dalam berakhlak
mulia. Sebab orang tua yang tidak berhasil menguasai dirinya tentulah tidak
sanggup meyakinkan anak-anaknya untuk memegang akhlak yang diajarkannya. Maka
sebagai orang tua harus terlebih dahulu mengajarkan pada dirinya sendiri
tentang akhlak yang baik sehingga baru bisa memberikan contoh pada
anak-anaknya.
b.
Menyediakan kesempatan kepada anak untuk
mempraktikkan akhlak mulia. Dalam keadaan bagaimanapun, sebagai orang tua akan
mudah ditiru oleh anak-anaknya, dan di sekolah pun guru sebagai wakil orang tua
merupakan orang tua yang akrab bagi anak.[16]
c.
Memberi tanggung jawab sesuai dengan
perkembangan anak. Pada awalnya orang tua harus memberikan pengertian dulu,
setelah itu baru diberikan suatu kepercayaan pada diri anak itu sendiri.
d.
Mengawasi dan mengarahkan anak agar
selektivitas dalam bergaul. Jadi orang tua tetap memberikan perhatian kepada
anak-anak, dimana dan kapanpun orang tua selalu mengawasi dan mengarahkan,
menjaga mereka dari teman-teman yang menyeleweng dan tempat-tempat maksiat yang
menimbulkan kerusakan.
3.
Akhlak Sosial
Di
samping akhlak personal, seorang muslim juga harus memiliki akhlak sosial.
Sesuai dengan ayat 18 surah Luqman, ketika terjun di masyarakat, seorang muslim
dilarang untuk bertingkah laku dengan sombong dan berjalan dengan angkuh
seolah-olah hanya ia yang mempunyai ilmu pengetahuan. Dalam ayat tersebut
terdapat larangan memalingkan muka, memalingkan muka ini mempunyai arti
mencibirkan mulut ketika berbicara,[17] dengan maksud
menghina. Larangan berakhlak tercela tersebut dapat diberlakukan secara umum
dengan istilah yaitu takhalli, yaitu membersihkan diri dari sifat-sifat
tercela.
Adapun
sifat yang tercela yang harus dihilangkan tersebut adakalanya maksiat batin
antara lain riya (memamerkan kelebihan), sama’ (cari nama atau
kemasyhuran), bakhil (kikir), hubbul mal (cinta harta yang
berlebihan), namimah (berbicara dibelakang orang) dan lain sebagainya.
Dan juga yang merupakan maksiat lahir, ialah segala perbuatan yang dikerjakan
oleh anggota badan manusia yang merusak orang lain atau diri sendiri, sehingga
membawa pengorbanan benda, pikiran perasaan. Maksiat lahir, melahirkan kejahatan-kejahatan yang
merusak dan mengacaukan masyarakat.
Karena anak
dilarang untuk berakhlak tercela, maka anak diharuskan berakhlak mulia, dengan
menghiasi dirinya dengan akhlak mulia atau tahalli. Jadi seorang anak
harus berakhlak yang baik dimana setiap orang yang memandang menjadi senang
kepadanya. Orang yang berakhlak baik itu adalah orang yang sempurna imannya.
Hal itu sesuai dengan hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
Artinya
:
Paling
sempurnanya orang mu’min imannya yaitu yang paling budi pekertinya, dan
pilihanmu adalah pilihanmu kepada wanita mu’min yang budi pekertinya baik [18]
Orang
yang berakhlak mulia tersebut dikatakan orang yang sempurna imannya, karena ia
tidak pernah menyakiti orang lain, dan hal itu merupakan implikasi iman dalam
kehidupan sehari-hari. Setelah itu, maka seorang muslim diperintah untuk
menyederhanakan cara berjalan dan bersuara dengan lunak. Hal tersebut jika
dipahami dalam koridor akhlak merupakan perintah agar seseorang berakhlak mulia
dan rendah diri dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu, seorang anak juga
apabila terjun ke masyarakat harus mengikuti peraturan atau norma-norma
kemasyarakatan yang berlaku dan tidak menyimpang dari ajaran Islam.[19]
Penerapan
akhlak mulia atau mahmudah tersebut antara lain dengan cara menebarkan salam
kepada sesama muslim dan bersedekah kepada orang yang tidak mampu. Hal ini
sesuai dengan hadits:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ
قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ
تَعْرِفْ
Artinya
:
Dari
Abdullah bin Amr, sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah
SAW, Mana Islam yang paling bagus itu? Nabi bersabda: pemberianmu makanan dan
pengucapanmu salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal
[20]
Dari
hadits di atas, dapat dipahami bahwa orang yang paling mulia atau sempurna
keislamannya adalah orang yang berakhlak mulia dan menghormati sesama muslim
yaitu dengan mengucapkan salam baik kepada orang yang dikenal maupun yang tidak
dikenal.
Demikian
garis besar pembagian kepribadian muslim yang mampu penulis ungkap. Sebenarnya
masih banyak pembagian kepribadian yang lain menurut peneliti dan ahli lain.
[1] Dpertemen pendidikan dan kebudayaan, kamus
besar bahasa Indonesia,( balai pustaka Jakarta 1990)
[2] Alwisol, Psikologi Kepribadian,
(Malang: UMM Press,2005), 8.
[3] Chaplin J.P Kamus lengkap psikologi,
terjemahan, Kartini kartono, (Rajawali Pres, Jakarta . 1995)
[4] Ibid., 162.
[5] Ibid., 172. Lihat juga Soemadi Soeryosubroto, Psikolog Kepribadian, (Yogyakarta:
Sarsin, tt), 169. lihat juga Sobur, Psikologi Umum..., 302-303.
[6] Ibid. (Psikologi Agama), 173.
[7] Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam
Muhammad al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, juz 1, (Mauqi’u al-Islam: Dalam
al-Maktabah al-Syamilah, 2005), 90 . hadits aslinya adalah
وَإِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ
فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
[8] Setelah ibu Musa menghanyutkan Musa di sungai
Nil, Maka timbullah penyesalan dan kesangsian hatinya lantaran kekhawatiran
atas keselamatan Musa bahkan hampir-hampir ia berteriak meminta tolong kepada
orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya
rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Q.S. al-Qhashas/28:10.
[9] Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan
sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian
hati nabi Muhammad s.a.w menjadi Kuat dan tetap. Q.S. al-Furqan/25:32.
[10] ayat 4-11 menggambarkan peristiwa Turunnya
wahyu yang pertama di gua Hira. Q.S. al-Najm/53:11
[11] Q.S. Ibrahim/14: 43.
[12] Q.S al-An’am/6: 110.
[13] Erhamwilda, konseling islam, (Graha
Ilmu yogyakarta, 2009) hal 34
[14] Abdullah, Islam
dan Kajian Sains, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994), 163
[16] Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 272.
[17] Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Nukat wa al-'uyyun,
juz 3, (Mauqi'u al Tafasir: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005),
336.
[18] Al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, juz 4,
(Mauqi'ul Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005), 390. hadits no.
1082.
[19] Anisatul Mufarakah, "Pendidikan Dalam
Perspektif Luqman al-Hakim: Kajian Atas QS: Luqman ayat 12-19", dalam
Ta'allum Jurnal Pendidikan Islam Vol.18.No.01, juni 2008, 11.
[20] Muslim, Shahih Muslim juz 1, (Mauqiu
al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah) 147, hadits no. 56
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Kepribadian muslim adalah susunan dan kesatuan unsur-unsur akal dan jiwa seorang
muslim yang menentukan perbedaan
tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap orang muslim tersebut.
2.
Terdapat beberapa pendekatan dalam
psikologi yaitu yaitu tipologis, pensifatan dan faktorial
3.
Pada dasarnya kepribadian terdiri
dari 3 bagian, yaitu Id, ego dan super ego.
4.
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
kepribadian muslim, yaitu faktor keturunan, budaya, sosial
5.
Macam-macam kepribadian muslim
terbagi menjadi 3, yaitu ibadah, akhlak personal dan akhlak sosial.
DAFTAR PUSTAKA
·
Abdullah, Islam
dan Kajian Sains, Surabaya: Al-Ikhlas, 1994.
·
Al-Bukhari, Muhammad, Shahih al-Bukhari, juz
1, Mauqi’u al-Islam: Dalam al-Maktabah al-Syamilah, 2005
·
Al-Mawardi, Abu al-Hasan, al-Nukat wa
al-'uyyun, juz 3, Mauqi'u al Tafasir: Dalam Software al-Maktabah
al-Syamilah, 2005.
·
Al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, juz 4,
Mauqi'ul Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah, 2005.
·
Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang:
UMM Press,2005.
·
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002.
·
Mahjudin, Membina
Akhlak Anak, Surabaya: Al-Ikhlas, 1985.
·
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam
Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
·
Mufarakah, Anisatul, "Pendidikan
Dalam Perspektif Luqman al-Hakim: Kajian Atas QS: Luqman ayat 12-19", dalam
Ta'allum Jurnal Pendidikan Islam Vol.18.No.01, juni 2008, 11.
·
Muslim, Shahih Muslim juz 1, Mauqiu
al-Islam: Dalam Software al-Maktabah al-Syamilah.
·
Najati, M. Utsman, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, terj.
Ahmad Rofi’I Utsmani, Bandung: Pustaka, 2000.
·
Qohar, Mas’ud Khasan Abdul, Kampus Ilmiah Populer, Surabaya:
Bintang Pelajar, tt.
·
Sobur, Alex, Psikologi Umum
dalam Lintasan Sejarah, Bandung: Pustaka Setia, 2003.
·
Soeryosubroto, Soemadi, Psikologi Kepribadian, Yogyakarta: Raka Sorosin, tt.
·
Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Aksara
Baru, 1992.
0 komentar
Posting Komentar